Sejarah Surat Kabar di Indonesia

Sejarah Surat Kabar di Indonesia – Surat kabar adalah media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah sudah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman.

Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat tentang berita resmi pemerintahan. Lalu di Surabaya pada tahun 1835 terbit Soerabajasch Advertentiebland. Keberadaan surat kabar yang ada di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang selama enam periode.

Surat kabar yang terbit pada zaman Belanda, tak mempunyai arti secara politis, sebab kurang lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tak lebih dari 1000 sampai 1200 eksemplar setiap kali terbit.(Soebagijo, 1977: 9-11) sehingga tahun 1885 diseluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda dan 12 berbahasa Melayu.

Pada saat Jepang datang, surat kabar di Indonesia diambil alih secara pelan-pelan, dengan alasan mengehmat alat dan tenaga. Tujuan sebenarnya, untuk memperketat pengawasan terhadap  isi surat kabar. Wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedang yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Hal tersebut dilakukan pada saat surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji pemerintaha dan tentara Jepang.

Sejarah Surat Kabar di Indonesia

Pada awal kemerdekaan, Indonesia melakukan perlawanan di dalam hal sabotase komunikasi. Surat kabar Berita Indonesia atau BI yang diprakarsai oleh Eddie Soeradi ikut melakukan propaganda supaya rakyat datang berbondong-bondong pada rapat raksasa di lapangan Ikada pada 19 September 1945. Dalam perkembangannya, BI kerap kali mengalami pembredelan, sehingga para tenaga redaksinya ditampung oleh surat kabar Merdeka yang didirikan oleh B.M Diah. premium303

Surat kabar lainnya pada zaman kemerdekaan antara lain: Soeara Indonesia pimpinan Manai Sophian (Makassar), Pedoman Harian yang berubah menjadi Soeara Merdeka (Bandung), Kedaulatan Rakjat (Bukittinggi), Demokrasi (Padang), Oetoesan Soematra (Padang).

Sesudah Presiden Soekarno mengumumkan dekrit kembali UUD 1945 pada 5 Juli 1959, terdapat larangan kegiatan politik, termasuk pers. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), yang pada saat itu amat menaruh perhatian pada pers. PKI memanfaatkan para buruh, termasuk karyawan surat kabar untuk melakukan apa yang dinamakan slowdown strike, yaitu mogok secara halus.

Dalam hal ini, karyawan di bagian setting melambat kerjanya, sehingga banyak kolom surat kabar yang tidak terisi menjelang batas waktu cetak. Pada masa inilah, sering sekali terjadi polemik antara surat kabar yang pro PKI dan anti PKI.

Sejalan dengan tampilannya orde baru, surat kabar yang semula dipaksakan untuk mempunyai “gantolan” (berafiliasi), kembali mendapatkan kepribadiannya lingkungan kampus tidak ketinggalan menerbitkan harian Kami, yang kemudian diikuti oleh kampus dengan nama Kami pula.

Pertumbuhan pers yang marak disatu pihak cukup menggembirakan, tetapi di lain pihak perlu diwaspadai. Terhadap surat kabar yang “nakal” pemerintah memberikan ganjaran berupa pencabutan Surat Izin Terbit dan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

Kejatuhan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 silam membawa aura baru ke dalam dunia pers. Pada pasca reformasi, SIUPP dihapuskan, sejak itu penerbitan pers membengkak drastis. Tahun 2000 sekitar 1800-2000 penerbit, meskipun menurut Serikat Penerbit Suratkabar hanya 30 persen saja yang mapan secara keuangan.

Para insan media di era reformasi, membentuk asosiasi-asosiasi yang concern pada masalah etika pers, misalnya Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Pemerintah pun memberlakukan Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang pers. Undang-undang inilah yang lalu menjadi tonggak kebebasan pers era reformasi.

A. ZAMAN BELANDA

Koran pertama yang terbit di Indonesia yaitu pada zaman VOC sekitar pada tahun 1745. Isi surat kabar pertama tersebut hanya memuat aneka berita mengenai kapal dagang VOC, mutasi pejabat, berita pernikahan, kelahiran dan kematian. Pembacanya pun masih terbatas warga Belanda sendiri. Judul dari surat kabar tersebut ialah Bataviasche Nouvelles. Koran ini diterbitkan seminggu sekali sebanyak 4 halaman yang semua isinya berita nya ditulis tangan. Koran ini lalu berkembang pesat dan berubah menjadi koran yang berisi kritik terhadap perbudakan di Batavia dan perilaku penguasa VOC ketika itu. Tepat pada tanggal 20 Juni 1746, koran pertama ini pun menjadi yang pertama kali dibredel seperti diceritakan dalam buku “Toko Merah: Saksi Kejayaan Batavia lama di Tepi Muara Ciliwung” karya Thomas B. Ataladjar.  Bataviasche Nouvelles baru dilanjutkan 30 tahun kemudian oleh Verdu nieuws dengan bentuk surat kabar mingguan yang hanya berisi iklan saja. Koran lain muncul pada tahun 1795, bernama Al Juab sebagai koran berbahasa melayu pertama untuk umum. Koran ini berisi mengenai agama islam akan tetapi tidak bisa bertahan lama, koran ini mati di tahun 1824.

Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat tentang berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan juga berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang lalu namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland. Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan juga Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit ialah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan juga Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan juga Makassaarch Handelsbland. Surat-surat kabar yang terbit pada masa ini tak mempunyai arti secara politis, sebab lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, tiap penerbitan tak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.

Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar yang berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar dengan dengan bahasa melayu diantaranya ialah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan juga Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo.

Di tahun-tahun berikutnya muncul koran-koran lain baik harian maupun mingguan. Koran menjadi media utama untuk menyebarkan informasi dan juga semakin berkembang setelah kedatangan mesin cetak di Batavia. Kemunculannya kemudian baik dalam berbahasa melayu maupun yang berbahasa Belanda menjadi bagian dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, terlebih setelah terbitnya koran nasional pertama yaitu Medan Prijaji.

B. ZAMAN JEPANG

Pada saat Jepang datang ke Indonesia, surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan yaitu untuk menghemat alat-alat tenaga. Tujuan yang sebenarnya ialah agar pemerintah Jepang bisa memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yaitu Domei.

Wartawan-wartawan di Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan ialah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan juga memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.

C. ZAMAN AWAL KEMERDEKAAN

Pada awal kemerdekaan, Indonesia pun melakukan perlawanan di dalam sabotase komunikasi. Surat kabar yang diterbitkan oleh bangsa Indonesia pada saat itu adalah tandingan dari surat kabar yang diterbitkan pemerintah Jepang. Surat kabar Berita Indonesia yang diprakarsai oleh Eddie Soeraedi ikut melakukan propaganda supaya rakyat datang berbondong-bondong pada rapat raksasa di lapangan Ikada Jakarta pada tanggal 19 September 1945. Surat kabar perjuangan lainnya antara lain ialah Merdeka yang didirikan oleh B.M Diah, Harian Rakyat dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmur dan Rinto Alwi, Soeara Indonesia pimpinan Manai Sophian di Makassar, Pedoman Harian yang berganti nama menjadi Soeara Merdeka di Bandung, Kedaulatan rakyat di Bukit tinggi, serta surat kabar Demokrasi dan juga Oetoesan Soematra di Padang.

D. ZAMAN ORDE LAMA

Sesudah presiden soekarno mengumumkan dekrit kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, terdapat larangan kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan mendapatkan (SIT) surat izin terbit dan juga surat izin cetak diperketat. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia atau PKI yang pada saat itu amat menaruh perhatian pada pers. PKI kemudian memanfaatkan para buruh, termasuk karyawan surat kabar untuk melakukan apa yang dinamakan slowdown strike, yaitu mogok secara halus. Dalam hal ini karyawan dibagian setting untuk memperlambat kerja hingga banyak kolom surat kabar yang tak terisi menjelang deadline (batas waktu cetak). Akhirnya kolom kosong tersebut diisi iklan gratis sebagaimana dialami oleh Soerabaja Post dan juga Harian Pedoman di Jakarta. Pada masa inilah sering terjadi polemic antara surat kabar yang pro PKI dan juga anti PKI

Sejarah Surat Kabar di Indonesia 1

E. ZAMAN ORDE BARU

Pertumbuhan pers yang marak pada satu pihak cukup sangat menggembirakan, tetapi dilain pihak perlu diwaspadai. Sebab masih banyak surat kabar atau majalah yang terdorong oleh tujuan komersial ataupun motif yang lainnya menyajikan berita-berita sensasional tanpa adanya norma-norma kesusilaan, sopan santun, kerahasian Negara dan kurang memperhatikan akibat tulisan yang bisa menyebabkan disintegrasi rakyat.

Orde baru ditandai dengan jatuhnya presiden Soekarno dan dibubarkannya Partai Komunis Indonesia (PKI), dan naiknya Soeharto menjadi Presiden Indonesia yang kedua. Surat kabar pro-PKI ditutup. Hanya surat kabar milik tentara, nasionalis, agama, dan juga kelompok independen yang diizinkan terbit:

(1) surat kabar tentara: Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Ampera, Api Pancasila, dan juga Pelopor Baru

(2) surat kabar nasionalis: Suluh Marhaen, El Bahar, dan juga Warta Harian

(3) surat kabar Islam: Duta Masyarakat, Angkatan Baru, Suara Islam, dan juga Mercusuar

(4) surat kabar Kristen: Kompas dan juga Sinar Harapan.